Postingan

ALASAN PENGHAPUS PIDANA Alasan penghapus pidana adalah peraturan yang terutama ditujukan kepada hakim. Peraturan ini menetapkan berbagai keadaan pelaku, yang telah memenuhi perumusan delik sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang yang seharusnya dipidana, akan tetapi tidak dipidana. Khusus mengenai dasar penghapus pidana, KUHP merumuskan beberapa keadaan yang dapat menjadi dasar penghapus pidana, sebagai berikut : 1. Pasal 44 KUHP tentang Kemampuan Bertanggungjawab. 2. Pasal 48 KUHP tentang Daya Paksa dan Keadaan Terpaksa. 3. Pasal 49 KUHP tentang Bela Paksa. 4. Pasal 50 KUHP tentang Melaksanakan Perintah Undang-undang. 5. Pasal 51 KUHP tentang Melaksanakan Perintah Atasan.                 Ilmu pengetahuan hukum pidana juga mengadakan pembedaan lain terhadap alasan penghapus pidana sejalan dengan pembedaan antara dapat dipidananya perbuatan dan dapat dipidananya pembuat. Penghapusan pidana dapat menyangkut perbuatan atau pembuatnya, maka dibedakan 2(dua) jenis

TEORI KAUSALITAS DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

1.     TEORI KAUSALITAS DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA    Teori Kausalitas Ajaran kausalitas adalah ajaran yang mempermasalahkan hingga seberapa  jauh suatu tindakan itu dapat dipandang sebagai penyebab dari suatu keadaan, atau hingga berapa jauh suatu keadaan itu dapat dipandang sebagai suatu akibat dari suatu tindakan, dan sampai dimana seseorang yang telah melakukan tindakan tersebut dapat diminta pertanggungjawabannya menurut hukum pidana. Perbedaan antara tindak pidana formil dan tindak pidana materiil mempunyai hubungan yang erat dengan hubungan sebab akibat atau ajaran kausalitas dalam tindak pidana, terutama pada tindak pidana materiil. Untuk menentukan (dalam  praktik digunakan istilah untuk membuktikan) terwujudnya tingkah laku dengan terwujudnya akibat, tidaklah terdapat kesukaran. Akan tetapi untuk menentukan  bahwa suatu akibat yang timbul itu apakah benar disebabkan oleh terwujudnya tingkah laku akan mendapat kesukaran, berhubung seringkali timbulnya suatu akiba

Nikah Siri dalam Islam

Nikah Siri dalam Islam Kata siri berasal dari bahasa Arab yaitu sirri atau sir yang berarti rahasia. Keberadaan nikah siri dikatakan sah secara norma agama tetapi tidak sah menurut norma hukum, karena pernikahan tidak dicatat di Kantor Urusan Agama. Kata siri yang berarti rahasia, hal tersebut merujuk pada rukun Islam tentang perkawinan yang menyatakan perkawinan sah apabila diketahui oleh orang banyak. Namun etimologi tersebut berubah di Indonesia, nikah siri berarti nikah yang tidak dicatat oleh negara. Hal ini tertuang pada UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan tertulis pada Bab I dasar perkawinan pasal 2 ayat 2: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana yang terjadi dalam kasus nikah sirri, masih banyak kaum perempuan yang beranggapan bahwa nikah sirri adalah suatu bentuk tanggung jawab moral kaum laki-laki yang bersedia melewati tahapan hubungan yang lebih serius. Untuk sesaat memang bisa dibenarkan, namun secara faktual pro

Perkembangan HTN Era Kemerdekaan

Perkembangan HTN Era Kemerdekaan Republik Pertama: UUD 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang pertama adalah UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, berlaku secara nasional sampai dengan tanggal 27 Desember 1949. Naskah Undang Undang Dasar Pertama tersebut disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Penyusunan naskah Rancangan Undang-Undang Dasar 1945 dimulai dari pembentukan BPUPKI yang dilantik pada tanggal 28 Mei 1945. BPUPKI mengadakan sidang-sidang yang dapat dikelompokkan menjadi dua masa persidangan; Sidang pertama mulai dari tanggal 29 Mei 1945-1 Juni 1945 dan masa persidangan kedua tanggal 10 Juli-17 Juli 1945. Dari persidangan-persidangan BPUPKI tersebut berhasil disusun naskah komplit Rancangan Undang-Undang Dasar  meliputi pernyataan Indonesia merdeka, Pembukaan Undang-Undang Dasar, dan Undang-Undang Dasar teridiri atas pasal-pasal (Noor Ms Bakry, 1994: 23).  Dengan selesainya tugas BPUPKI, p

HUKUM PIDANA (Kesalahan)

                                                        HUKUM PIDANA a.        Kesalahan Pengertian Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, dapat disamakan dengan pengertian pertanggungjawaban pidana dimana di dalamnya terkandung makna dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya.  Tentang kesalahan ini Bambang Poernomo menyebutkan bahwa :  Kesalahan itu mengandung segi psikologis dan segi yuridis. Segi psikologis merupakan dasar untuk mengadakan pencelaan yang harus ada terlebih, baru kemudian segi yang kedua untuk dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Dasar kesalahan yang harus dicari dalam psikis orang yang melakukan perbuatan itu sendiri dengan menyelidiki bagaimana hubungan batinnya itu dengan apa yang telah diperbuat. [1] Kesalahan sebagai faktor penentu dalam menentukan dapat tidaknya seseorang di pertanggungjawabkan secara pidana dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu kesalahan dalam bentuk kesengajaan (dolus atau opzet) dan kesalahan dalam bentuk kealpa