Nikah Siri dalam Islam

Nikah Siri dalam Islam

Kata siri berasal dari bahasa Arab yaitu sirri atau sir yang berarti rahasia. Keberadaan nikah siri dikatakan sah secara norma agama tetapi tidak sah menurut norma hukum, karena pernikahan tidak dicatat di Kantor Urusan Agama. Kata siri yang berarti rahasia, hal tersebut merujuk pada rukun Islam tentang perkawinan yang menyatakan perkawinan sah apabila diketahui oleh orang banyak. Namun etimologi tersebut berubah di Indonesia, nikah siri berarti nikah yang tidak dicatat oleh negara. Hal ini tertuang pada UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan tertulis pada Bab I dasar perkawinan pasal 2 ayat 2: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagaimana yang terjadi dalam kasus nikah sirri, masih banyak kaum perempuan yang beranggapan bahwa nikah sirri adalah suatu bentuk tanggung jawab moral kaum laki-laki yang bersedia melewati tahapan hubungan yang lebih serius. Untuk sesaat memang bisa dibenarkan, namun secara faktual proses pernikahan tersebut sangat tidak adil gender mengingat kaum perempuan akan menuai banyak permasalahan di kemudian harinya. Sebaliknya, pihak laki-laki tidak menanggung beban , bahkan ketika dia lalai akan kewajibannya sebagai seorang suami ( secara sirri), tidak ada tuntutan hukum. 
Meninjau kembali keabsahan nikah sirri secara syar‟i, akan berbenturan dengan maqashid asy-syariah atau tujuan diberlakukan hukum syariah yang meliputi : 1). Menjaga jiwa (Hifdz an-nafs), 2). Menjaga agama (Hifdz ad-din), 3). Menjaga keturunan (Hifdz an-nasl), 4).Menjaga akal (Hifdz al-aql) dan  5).Menjaga harta (Hifdz al-mal) (Khallaf,1994:313-316).  Ketika pernikahan dilakukan secara siri tanpa dicatatkan kepada pihak yang berwenang, secara agama, bila telah memenuhi rukun syarat pernikahan adalah sah. Dengan latar belakang khawatir terjadinya zina atau perbuatan lain yang melanggar syariat, maka pernikahan tersebut  dikategorikan ke dalam tujuan hifdz ad-din dan hifdzu an-nasl. Yang perlu dikaji lagi adalah bahwa tujuan tersebut hanya bisa terwujud sesaat setelah pernikahan berlangsung. Namun dampak hukum dari perkawinan dan akibat-akibat lain yang sering muncul dalam perkawinan akan muncul dalam rentang waktu panjang. Sementara maqashid al-syari’ah tidak ditujukan untuk ketenangan sesaat, tetapi antisipasi jangka panjang lebih diperhitungkan
Nikah Siri Tanpa Wali
Islam mensyaratkan adanya wali bagi wanita sebagai penghormatan bagi wanita, memuliakan dan  menjaga masa depan mereka. Walinya lebih mengetahui daripada wanita tersebut. Jadi bagi wanita, wajib ada wali yang membimbing urusannya, mengurus aqad nikahnya. Tidak boleh bagi seorang wanita menikah tanpa wali, dan apabila ini terjadi maka tidak sah pernikahannya.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا، فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
“Siapa saja wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya bathil (tidak sah), pernikahannya bathil, pernikahannya bathil. Jika seseorang menggaulinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar dengan sebab menghalalkan kemaluannya. Jika mereka berselisih, maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.”

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِي
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali.”

Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَى عَدْ
“Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.”
Dari pembahasan di atas kita bisa memahami bahwa, wali nikah itu hukumnya wajib, bila seorang wanita menikah tanpa adanya wali maka nikahnya tidak sah.
Mungkin yang anda maksud kehadiran orang tuanaya, oleh karena itu dari pertanyaan anda “Apa nikah sirih tanpa kehadiran wali dari perempuan itu nikahnya sah?” dari sini saya ambil dua pembahasan:
Pertama: bila walinya yang lebih dekat  (bapaknya) berhalangan untuk hadir karena ia di luar negeri atau dipenjara kemudian mewakilkan kepada  yang lain seperti pamannya, maka pamannya harus hadir pada akad nikah tersebut dan pernikahan  tersebut sah.
Kedua: bila yang dimaksud adalah seorang wanita menikah tanpa restu dan izin untuk menikah dari wali yang sah, kemudian menikah tanpa wali atau menikah bukan dengan wali yang sah, maka nikahnya tidak sah.
Nikah siri dengan wali asal-asalan
Perbedaan antara nikah siri dan nikah resmi yang diatur Negara adalah, dalam nikah siri, penghulu dan pegawai KUA Kementerian Agama tidak mengetahui berlangsungnya pernikahan tersebut. Selain hal tersebut, sebenarnya nikah siri tidak berbeda dengan pernikahan lain yang bukan siri, yakni perkawinan yang ijab kabulnya dilakukan oleh Wali dan dihadiri oleh minimal dua orang saksi. Oleh karena itu, nikah siri yang model begini hukumnya sah secara agama walaupun belum resmi secara negara.
Mengenai sahnya perkawinan, sebagaimana ketentuan Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Menurut hukum Islam, dalam pelaksanaan perkawinan harus ada;
a. Calon suami
b. Calon istri
c. Wali nikah
d. Dua orang saksi, dan
e. Ijab dan kabul
Mengenai syarat wali nikah, yang lebih baik sesuai urutan kedudukan dalam Islam adalah ayah, sehingga ayah lah yang paling berhak menjadi wali dalam pernikahan.
Namun bagaimana hukumnya jika tanpa wali orang tua? Jika ayah tidak bisa atau tidak mau menjadi wali nikah maka dimungkinkan untuk meminta kerabat yang memenuhi syarat untuk menjadi wali nikah. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 20 Kompilasi Hukum Islam, misalnya kakek (dari pihak ayah); saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan seterusnya.
Dengan demikian, dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nikah siri karena harus sesuai dengan ketentuan agama maka harus ada wali orang tua, namun jika tidak ada, dimungkinan wali dari kerabat lainnya.
Dan jika anda memahami secara benar mengenai Sabda Nabi yang ada diatas itu  nikah siri tanpa adanya wali dan juga saksi itu hukumnya tidak sah, dan apabila anda memaksakan diri dengan menyewa atau mungkin membayar orang lain untuk menjadikan wali dan juga saksi pernikahan tetaplah saja hukumnya tidak sah, karena nikah siri tanpa wali itu sangatlah melanggar ketentuan agama islam ini
Namun jika kita lihat dari sudut pandang yang berbeda semisalkan dalam kasus anda sekarang ini wali nikah yang sah atau bapak anda tidak bisa hadir dalam pernikahan anda untuk bisa menjadi wali misalkan sedang ada dalam luar negeri dan tidak bisa pulang, sudah meninggal, memiliki halangan lain yang membuat tidak bisa menjadi wali, anda tetaplah diharuskan untuk mencari wali nikah yang sah karena ada beberapa wali pengganti yang memang sah menurut Agama seperti paman anda karena anda masih memiliki beberapa opsi lain yang bisa membuat pernikahan anda sah
Nikah siri dengan wali (komplit)
Dalam hukum Islam nikah siri yang diperbolehkan adalah nikah yang syarat serta rukun nikahnya sudah terpenuhi yakni adanya wali nikah, dua orang saksi yang adil, serta adanya ijab qabul. Sedangkan nikah siri yang dilakukan tanpa adanya wali nikah hukumnya adalah tidak sah.
Adapun nikah yang sudah sesuai menurut syariat Islam tetapi tidak dicatatkan di KUA, untuk hukumnya sendiri adalah sah. Tetapi pernikahan tersebut tidak mempunyai legal hukum. Artinya segala hak yang bisa diperoleh jika pernikahan dicatat di KUA, maka dia tidak bisa mendapatkanya. Salah satu contohnya adalah memberikan akta kelahiran.
Jika kita lihat sekali lagi, dampak dari pernikahan siri itu sendiri akan sangat merugikan bagi istri, baik secara sosial maupun secara hukum.
Secara hukum:
Istri siri tidak berhak atas warisan dan juga nfakah dari suami apabila suami meniggal dunia.
Istri siri tidak dianggap sebagai istri yang sah.
Istri siri tidak berhak atas harta gono-gini apabila terjadi sebuah perpisahan karena pada dasarnya perkawinan tersebut tidak pernah tercatat.
Secara sosial:
Istri siri kerap kali sulit untuk bersosialisasi di lingkungan mereka sendiri karena perempuan yang melakukan nikah siri sering kali di anggap sebagai istri simpanan, karena sudah tinggal serumah dengan laki laki tanpa ikatan perkawinan yang sah.
Bahkan dampak negatif tersebut sampai pada si anak. Karena anak yang lahir atas pernikahan sirih maka statusnya dia dianggap sebagai anak yang tidak sah.
Konsekuensinya, anak hanya memiliki hubungan perdata dengan sang ibu dan tidak memiliki hubungan sama sekali dengan ayah. Hal ini sudah di sebutkan dalam undang undang pasal 42 dan 43 UU perkawinan. Di dalam aktanya, hanya akan tercatat nama ibunya yang melahirkan saja, dan statusnya dianggap sebagai anak yang lahir di luar nikah.
Dan status tersebut akan berdampak sangat mendalam dari segi sosial dan juga psikologis anak karena ketidak jelasan status anak di mata hukum.

Sumber
Nikah siri tanpa kehadiran wali, 2013, (https://untaianqalbu.wordpress.com/tanya-jawab/), Diakses pada 19 Oktober 2017 pkl.20.28
Tips Hukum: Aturan Nikah Siri Tanpa Wali Orang Tua, 2016, (http://www.gresnews.com/berita/tips/60275-tips-hukum-aturan-nikah-siri-tanpa-wali-orang-tua/0/), Diakses pada 19 Oktober 2017 pkl.20.28
Zazie, Hukum Nikah Siri Tanpa Wali Orang Tua Di Agama Islam, 2016, (https://citramuslima.com/2016/03/nikah-siri-tanpa-wali/), Diakses pada 19 Oktober 2017 pkl.20.28


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI KAUSALITAS DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

HUKUM PIDANA (Kesalahan)